Rabu, 10 Oktober 2012

berlomba menuju surga


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belang Masalah
Bahwasannya surga adalah tujuan dan keingingan yang  kita dambakan, ia adalah balasan dan pahala yang besar yang dijanjikan Allah untuk kekasih-Nya dan orang-orang yang mentaati-Nya, ia adalah kenikmatan sempurna yang tidak bisa di ilustrasikan dengan kata-kata. Jika kelaparan didunia ini, hidup miskin, bersedih hati, jatuh sakit, dikurangi haknya atau merasa di zhalimi maka ingatlah diri dengan negeri yang penuh kenikmatan (surga) jika keyakinan ini telah terpaterai di dalam Qalbu dan mau berbuat untuk meraih kemudahan yang baik tersebut, maka kerugian yang dialami akan berubah menjadi anugrah, semua gerak-gerik muslim bernilai ibadah, hal ini sering terluapakan sebagian besar umat ini sehingga tak mampu memanage, segala urusannya  menjadi ibadah akibatnya banyak kesempatan meraup pahala yang terbuang percuma, banyak bekal meraih surga yang tak mampu ditangkap, padahal perjalanan menuju surga ibarat sebuah perlombaan siapa paling cepat memasukinya dialah yang paling beruntung dan paling merasakan kenikmatan.
Sebagimana Sahl bin Sa’ad as-saldi meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda :
موضع سوط أحدكم فى الجنة خير من الدنيا وما عليها
“Tempat cemeti salah seorang dari kalian disurga itu lebih baik dari pada dunia beserta segala isinya”.
Sesungguhnya orang yang paling adalah mereka yang beramal untuk kebahagian akhiratnya sebab negeri akhirat itu lebih abik dan lebih kekal, sebaliknya orang yang paling bodoh dari makhluk yang disebut manusia ini adalah tempat tinggal dan negeri mereka serta tujuan akhirnya cita-cita mereka.
B.     Perumusan Masalah
Adapun penulis membahas tentang judul karya tulis ini dibatasi pada beberaoa masalah tersebut yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1.                  Apa yang dimaksud menunaikan tugas-tugas agama ?
2.                  Bagaimana cara berjalan ke tempat shalat ?
3.                  Apa yang dimaksud mendirikan shalat ?
4.                  Mengapa kita harus menghadapi ujian ?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah :
1.                  Untuk mengetahui maksud menunaikan tugas-tugas agama
2.                  Untuk mengetahui cara brjalan ke tempat shalat
3.                  Untuk mengetahui maksud mendirikan shalat
4.                  Untuk mengetahui cara menghadapi ujian
Dan tujuan penulis membuat karya ilmiah ini adalah sebagai salah satu untuk menambah wawasan dalam berpengetahuan dan berkarya.
D.    Sistematika Penulisan
Karya tulis ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I                   : PENDAHULUAN
Yang berisikan aspek-aspek yang melatar belakngi masalah, pembatasan masalah, tujuan masalah  dan sistematika masalah.
BAB II                  : DEFINISI SEPUTAR PERLOMBAAN
Dalam bab ini berisi tentang definisi lomba, hukum perlombaan dan surga hakiki
BAB III                : JALAN MENUJU SURGA HAKIKI
Dalam bab ini berisi tentang menunaikan tugas-tugas agama, menghadapi ujian, berjalan ke tempat shalat dan mendirikan shalat
BAB IV                : PENUTUP
Dalam bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran-saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
DEFINISI SEPUTAR PERLOMBAAN

A.    Definisi Lomba
Keadilan merupakan tuntutan rasional dan hukum syariat dalam arti kata tidak bertahan dan tidak pula merehkan, tdak boros dan tidak pula kikir. Baeang siapa yang ingin hidup bahagia maka ia harus mampu mengendalikan perasaan dan dorongan hatinya agar menjadi orang yang selalu bersikap adil dalam semua keadaannya, baik saat senang, saat marah, saat gembira maupun saat bersedih. Sesungguhnya sikap yang dibuat-buat dan sikap yang berlebih-lebihan dalam berinteraksi dengan berbagai kejadian merupakan pertengahan dan keseimbangan itu, karena sesungguhnya syari’at telah memerintahkan kepada kita untuk menegakkan rencana keadilan dan hidup ini harus dapat ditegaskan dengan terselenggaranya keadilan.[1]
Adapun yang kita maksud dengan “lomba” disini adalah orang-orang yang terpacu dalam melakukan kebaikan dan ketaatan baik dari ruang lingkup :
1.         Ibadahim seperti shalat, puasa dan membaca al-qur’an
2.         Muamalah seperti menyambung tali silaturahmi, berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga dan mengasuh anak yatim
3.         Akhlak seperti berkata jujur, amanah, menepati janji, adil, memaafkan dan dermawan
4.         Adat atau kebiasaan seperti mencari ilmu, mencari rezeki dan menikah niat yang benar dan tulus
Dengan demikia, berpacu dalam permainan dan berbangga diri bukanlah kompetensi yang selaras dengan mereka yang telah beranjak dewasa (dalam segala hal ini ketuhanan) dan telah meninggalkan dunia permainan anak-anak kecil, kompetensi sejati tiada lain adalah perlombaan guna meraih cakrawala cita yang tinggi, guna menuju kerajaan yang membentang luas. Kompetensi untuk menggapai ampunan Allah : “surga yang luasnya seluas langit dan bumi”. Yakni menang dalam segala hal seperti ungkapan “Lahu fi kulli amrin subgotun wa sabigotun wa sabagun (dia menang dalam segala hal) Allah SWT berfirman :
ثم أورثنا الكتب الذين اصطفينا من عبادنا فمنهم ظالم لنفسه ومنهم مقتصر ومنهم سابق بالخيرات بإذن الله  
“Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamb kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan dengan izin Allah”.
Adapun yang dimaksud dengan berlomba yaitu berlomba menuju surga hakiki dengan cara masing-masing, orang yang ingin menggapai surga itu tersebut.[2] Hati kita memiliki satu karakter unik, ia sangat mudah berubah dan berbolak-balik, ia sungguh bergantung pada kekuatan iman setiap kita, hati akan berpancar cahaya hanya bila iman pun menebarkan cahaya di setiap relung-relungnya itulah sebabnya sumber kekuatan hati kita sepenuhnya berkitar dipusaran iman yang kita punya. Dan ada kalanya iman itu  menjadi lemah. Disitulah dibutuhkan sebuah masa jeda, yah masa jeda uang mencerahkan kembali sebab pada titiknya hati kita berhenti sejenak.
B.     Hukum Perlombaan
Sesungguhnya Allah SWT memotivasi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk adil dalam perlombaan ini. Allah ta’ala berfirman :
سابقوا إلى مغفرة من ربكم وجنة عرضها كعرض السماء والأرض
“berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi”.
Hadist-hadist Nabi SAW banyak memuat contoh untuk mengasah tekad dan memotivasinya guna berlomba-lomba dalam kebaikan, diantaranya Nabi SAW memotivasi untuk berlomba-lomba dalam membaca dan menghafal al-qur’an dan barang siapa yang didunia ini mau berlomba dengan amalan-amalan niscaya ia akan mampu meraih derajat surga yang tinggi di akhirat, namun barang siapa yang berlomba-lomba melakukannya di dunia meskipun ia masuk surga maka ia akan mendapat derajat yang rendah.
Balasan yang tertinggal ini menggambarkan perumpamaan kompetensi menuju surga dan hakikat dunia Imam Ibnu Qoyyum berkata “sedangkan orang yang tertinggal (tak melanjutkan kompetensi meraih kenikmatan surga) ia tidur di naungan pohon , Demi Allah hal tersebut menjadi layu daun-daunnya berguguran, buah-buahnya tak muncu lagi, ranting-ranting menjadi kering dan mata airnya terhenti segera saja pohon tersebut dicabut sang penjaga hingga akar-akarnya”. Jadilah orang tadi merasakan panas yang menyengat dan mereka bergelimpangan, mereka merasa rugi atas kehidupan dibawah pohon yang telah lenyap pohon itu telah dibakar sang penjaga, sehingga pohon dan segala yang ada di sekitarnya menjadi kobaran api, akhirnya api tersebut menggepung orang-orang tadinya berada dibawah pohon tak seoran pun yang mampu keluar darinya.[3]
Sebagaimana diketahui, tidak ada satu masyarakat pun yang sunyi dari permusuhan, prasangka buruk, perbedaan pendapat dan keinginan menyebabkan mereka membenci satu sama lain dan saling mengucilkan, terkadang urusannya bisa berujung pada baku hantam diantara mereka, karena itu islam memerintahkan untuk mendamaikan diantara manusia dan menjadikan amal ini sebagai sebaik-baik amal yang akan menambah derajat orang yang mendamaikan melebihi derajat orang yang berpuasa, shalat dan bersedekah sunnah dari Abu Barda As, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda :
ألا أخبركم بأفضل من درجة الصيام والصلاة والصدقة ؟ قالوا بلى , قال : صلاح ذات البيت . فإن فساد ذات البيت هي الخالقة
“Maukah kalian aku kabarkan kapada kalian tentang yang lebih baik dari pada derajat puasa, shalat dan sedekah ? mereka menjawab “tentu” beliau bersabda : “mendamaikan orang-orang yang selisih karena kerusakan akibat perselisihan adalah haliqah (mencukur atau merusak agama).[4]
Maka dari itu hukum perlombaan ini, Allah selalu ingin melihat hamba-Nya berlomba-lomba menuju surga-Nya dan petunjuk kebenaran-Nya maka sebagai seorang muslim kita harus mengejar atau berlomba-lomba untuk bisa menggapai semua keinginan yang kita impikan. Saudarku yang mulia jadilah engkau yang selalu mengejar kebaikan. Carilah setiap kesempatan demi kesempatan untuk beramal dan mencari pahala, jangan sekali-kali engkau meremehkan kebaikan meskipun hanya kecil orang yang mendapatkan taufik (bimbingan) dan bahagia adalah orang yang dibimbing oleh Allah untuk mengamalkan kebaikan yang tersebut dimana-mana sehingga Allah menuliskan pahala baginya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai waktu yang dikehendaki oleh Allah, salah satu buah dari amal sholeh yang dilakukan secara tetap dan berkesinambungan adalah jika seseorang biasa melakukan kebaikan secara tetap setiap waktu, lalu pada saat tertentu ia tidak dapat mengerjakan amalan tersebut karena alasan tertentu, seperti bepergian atau sakit, maka ia akan tetap mendapatkan pahala dari amalan tersebut sebagaimana jika ia mengerjakannya tetapi Rasulullah SAW bersabda :
وإن أحب الأعمال إلى الله . ماداوم عليه وإن قل  
Artinya : “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit”.[5]
Nabi SAW senantiasa meniupkan spirit ini yakni spirit saling berlomba pada diri para sahabat beliau, spirit yang mampu mengobarkan semangat untuk membakar kemalasan dan memunculkan fajar diaktivitas, diantaranya suatu hari beliau pernah bertanya kepada para sahabat, “Siapa diantara kalian yang pagi hari ini berpuasa ? “Abu bakar menjawab “saya” beliau bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini telah mengantar jenazah ? “Abu bakar menjawab “Saya”, beliau bertanya lagi, Siapa diantara kalian yang hari ini telah menjenguk orang sakit ? “Abu bakar menjawab, “Saya” maka Rasulullah  SAW bersabda :
ما اجتمعن فى امرئ إلا دخل الجنة
“Tidaklah amalan-amalan itu ada pada diri seseorang, melainkan pasti ia akan masuk surga”.
Apakah anda tahu, bagaimana kodisi para sahabat Rasulullah SAW saat kembali ke rumah mereka masing-masing setelah mendengar kabar gembira ini ? tentunya mereka kembali ke rumah masing-masing dengan membawa semangat baru, mereka berusaha meraih apa yang telah diraih oleh Abu bakar dan ingin beruntung sebagaimana ia telah mendapatkan keberuntungan, pertanyaan yang penuh barokah ini merupakan star perlombaan untuk meraih akhirat tanpa menunda-nunda atau perlahan-lahan. Sebab sikap perlahan-lahan dan segala hal itu memang baik kecuali dalam amalan akhirat.[6]
C.    Hadiah Perlombaan
Sudah tersebar ditengah kalangan masyarakat bahwa surga itu hanyalah satu surga yang sangat luas, namun yang benar bahwa surga itu banyak dan bukan satu surga, As-suyuthi menyebutkan menukil dari Qurthubi dan ao-hulaimi, bahwa pada tiap-tiap surga ada tingkatan-tingkatan, rumah-rumah dan pintu-pintu para ulama tersebut berselisih pendapat bahwa jumlahnya ada tujuh surga, yaitu : Dar al-jabar, Dar as-salam, surga adn, surga al-ma’wa, surga al-khuld, surga firdaus dan surga an-naim dan sementara al-qurthubi berpandangan bahwa nama-nama yang disebutkan ibnu abbas bukan untuk membedakan satu surga dengan surga lainnya, itu hanyalah sifat-sifat surga dan bahwa jumlah surga itu hanya ada empat saja berdasarkan hadist yang diriwayatkan abu musa al-sya’ri As dari Nabi SAW beliau bersabda :
جنتان من ذهب  آنيتهما وحليتهما , وجنتان من فضة  آتيتهما وحليتهما وما فيهما , وما بين القوم وبين أن ينظر وا إلى ربهم إلا رداء الكبر ياء على وجهه فى جنان عدن
“Ada dua surga dari emas : bejana, perhiasan dan segala isinya dan ada dua surga dari perak : bejana, perhiasan dan segala isinya, tidak ada yang menghalangi mereka dari melihat Rabb mereka kecuali selendang keagungan yang menutupi wajah-Nya di surga adn”.[7]
Adapun syarat untuk mengikuti perlombaan atau kompetisi salah satunya adalah :
Hati yang terkekang adalah hati yang mau mengikuti perlombaan kita kali ini haruslah hati yang bebas merdeka, tak terkekang oleh materi maupun syahwat. Adapun hati yang terpenjara dibalik dinding maka tak mungkin ia sambut untuk bangkit sementara ia terbelenggu, tak mungkin ia mampu bersaing, sementara ia terantai. Perlombaan dan orang  yang tertawa tak akan dapat disatukan dan barang siapa yang hatinya terkekang lantaran sesuatu yang bersifat duniawi, maka hal itu akan menahannya untuk bergerak dan mencegahnya untuk bertolak dalam rangka mencapai seluruh tujuan yang mengekangnya seseorang ada kalanya berwujud bisnis perdagangan, wanita, sendagurau ataupun jabatan.[8]
Perlombaan kita menjanjikan hadiah-hadiah sebagai berikut :
1.         Pemenang pertama : masuk surga tanpa hisab, dari abu umamah As, ia berkata : “aku mendengar Rasulullah bersabda :
وعدنى ربى سبحانه أن يدخل الجنة من أمتى سبعين ألفا لا حساب عليهم ولا عذاب مع كل ألف سبعون ألفا وثلاث حثيات من حثيات ربى
“Robbku telah menjanjikan kepadaku bahwa ada 70.000 orang dari umatku akan dimasukkan surga tanpa hisap dan tidak disiksa. Setiap 1.000 orang disertai 70.000 dan 3 cidukan yang dipilih oleh Allah”.
Jumlah orang yang masuk surga tanpa hisap adalah 70.000 orang. Merekalah yang telah memesan tempat duduk di surga, diantara mereka adalah ukasyah bin minshon al-asadi, saat mendengar kabar gembira ini, ia berkata : “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar menjadikan diriku termasuk bagian dari mereka. Maka beliau berdoa, “Ya Allah, jadikanlah ia bagian dari mereka”.
Namun betapa meruginya orang-orang yang terbelenggu oleh setan dihembusi rasa putus asa terhadap rahmat Allah dan diajari seni pesimitis, saat mereka mengetahui bahwa jumlah pemenang pertama hanya terbatas itu, merekamngira bahwa perlombaan telah berkahir sejak masa sahabat dan tabi’in. Namun sebenarnya tidak demikian adanya ! sebab, Rasulullah menentukan masanya. Beliau hanya menyampaikan kabar gembira kepada salah seorang dari mereka, saat yang lainnya bangkit dan meminta hal yang sama, maka beliau menjawab “Engkau telah didahului oleh ukasyah, “Sekiranya beliau tidak mengatakan seperti itu, tentu semua yang hadir saat itu dan yang mendengarnya akan berusaha untuk mendapatkan apa yang telah didapatkan oleh ukasyah. Bila demikian, tentu jumlah yang terkobar itu telah habis sejak lama.
Namun, rahmat Allah lebih luas bila dibandingkan dia sekedar memasukkan 70.000 orang saja kedalam surga tanpa hisab, setiap 1.000 orang dari rombongan ukasyah itu akan disertai 70.000 orang, sehingga Allah mencakup yang jauh maupun yang dekat sehingga, ada tiga gelombang cidukannya mengentaskan para hamba yang akan disertakan dengan ribuan orang yang telah mendapatkan kemenangan tersebut. Maksud Allah akan mengeluarkan manusia dan neraka dalam jumlah yang banyak yang tak terhitung jumlahnya adalah mereka keluar dari neraka dalam satu gelombang tanpa syafaat dari seorangpun dan tanpa urutan untuk keluar darinya. Mereka keluar seperti seseorang melemparkan sesuatu yang ia genggam dengan tangannya dengan sekali lempar. Oleh karenanya, kondisi seperti itu diungkapkan dengan ungkapan al-hatswah (cidukan).
2.            Pemenang kedua : Akan dihisab dengan nisab yang ringan. Yakni sekedar pemaparan semata, sebagaimana yang tertera dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Aisyah As, ia berkata “ Rasulullah SAW bersabda :
“Barang siapa yang dihisab pada hari kiamat, maka ia akan disiksa “Aisyah bertanya” bukanlah Allah telah berfirman “Maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah” (Al-Insyiqoq(89):8) maka beliau bersabda : ”Itu bukan hisab, tetapi itu adalah al-ardh (Pemaparan semata) al-ardh adalah bila Allah menyendiri dengan mereka, lalu menunjukkan aib-aib mereka hingga mereka merasa malu, maka mereka bercucuran keringat dihadapan-Nya, keringat mereka tersebut sampai mengenai tumit-tumit mereka karena saking malunya. Lalu Allah mengampuni dan meridhoi mereka. Hal ini telah dijelaskan oleh hadist Ibnu Umar As yang tertera dalam kitab Ash-Shohihaim, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah Ta’ala akan mendekat kepada seorang mukmin dan meliputinya dengan penjagaan-Nya dari pandangan manusia. Dia menyebutkan dosa, dosa orang mukmin tadi seraya berfirman “Apakah mengakui dosa ini ? ia menjawab “Benar, wahai Rabbi hingga dia menunjukkan dosa-dosanya dan ia memandang bahwa dirinya masih mendapat celaka, maka Allah berfirman “Aku telah menutupinya saat kamu masih didunia. Sekarang, aku telah mengampuninya, lalu catatan amalnya diterima dengan tangan kanannya. Adapun orang kafir dan munafik akan dipanggil dihadapan sekalian para saksi, merekalah orang-orang yang mendustakan Robb mereka”.
Adapun orang yang menjalaninya setelah itu, maka dia akan dihisab dengan debad bicara secara detail.
Rasulullah SAW bersabda :
من نو قش الحساب هلك  
“Barang siapa yang didebad dengan detail dalam hisabnya, maka celakalah ia “.
Akhirnya, ia masuk neraka dengan mengigit jari jemari, penyesalan karena ia tak ikut berpacu bersama kita dan karena ia hanya duduk bersama orang-orang malas dan tak mau berkerja.[9] Dan telah katakan jikalau surga itu ada yang bertingkat-tingkat ini berarti tingkatan surga itu sesuai jumlah ayat, karena itu, diriwayatkan dari aisyah As, dia menyatakan jumlah tingkatan surga sebanyak jumlah ayat al-qur’an. Siapa saja yang masuk surga dari kalangan penghafal al-qur’an, maka tidak ada seorangpun yang lebih tinggi darinya. Tentang sabda Nabi SAW “100 tingkatan “ Ibnu Hajar As mengatakan, dalam redaksinya tidak ada penegasan bahwa jumlah tersebut adalah total jumlah tingkatan surga, tidak lebih dari itu sebab didalamnya tidak ada yang menafikan jumlah yang lebih dari itu.[10] Maka dari itu pemenang-pemenang ini hanyalah orang yang menang dalam perlombaan atau kompetisi yang telah ditentukan dengan segala hal yang mereka lakukan demi mendapatkan apa yang ingin mereka dapatkan dalam hal apapun.

BAB III
JALAN MENUJU SURGA HAKIKI

A.    Manunaikan Tugas-tugas agama
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan keselamatan kita telah sampai di oase pertama, yaitu oase yang penuh pepohonan rindang yang banyak memberikan kebaikan, anda dapat mencari bekal semampu anda. Ketahuilah, bahwa bila anda takut pada seseorang, maka anda akan berusaha lari darinya. Namun, bila anda takut kepada Allah, maka anda justru akan lari mendekat kepada-Nya. Allah adalah dzat yang berhak untuk ditakuti dan diharapkan karunia-Nya, orang yang takut kepada Allah, maka akan lari dari Allah menuju Allah. Firman Allah Ta’ala :
فَفِرُّوا إِلَى اللهِ إِنِّي لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ {50}
“Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu” (Qs. Adz-Dzariyat :50)
Sekiranya para pedagang dunia menempuh metode takut ini dari kefakiran yang mereka khawatirkan, tentu mereka akan selamat darinya. Ahli fiqih hati, Yahya bin mu’adz berkata “sekiranya manusia termiskin takut terhadap neraka sebagaimana ia takut terhadap kefakirannya, tentu ia akan masuk surga”.[11]
Allah ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَنُبَوِّئَنَّهُم مِّنَ الْجَنَّةِ غُرَفًا تَجْرِي مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا نِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ {58} الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {59}
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih, sesungguhnya akan kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pmbalasan bagi orang-orang yang beramal (yaitu) yang bersabar dan bertawakal kepada Rabbnya”. (Qs. Al-Ankabut : 58 – 59).
Yang dimaksud dengan menunaikan tugas-tugas agama ialah ketabahan hati dalam manaati Allah dan menahan diri dari bermaksiat kapada-Nya. Katika Allah ta’ala menyebutkan ibadurrahman (hamba-hamba Allah yang maha pengasih) dalam surat al-fuqan dalam amalan agung yang mereka lakukan dan karenanya mereka pantas mendapatkan sebutan yang mulia ini, maka Allah menyebutkan apa yang di sediakan-Nya untuk mereka berupa tempat-tempat yang tinggi di surga sebagai hasil dari kesabaran mereka dalam memikul tugas-tugas tersebut. Karena itu, setiap mislim harus mengupayakan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya meneguhkan dirinya atas perkara itu, mengiburnya, dan memberikan harapan kepadanya dengan pahala besar yang akan menaatinya dari Allah. Karena jiwa itu dikodratkan untuk menjauhi segala macam ikatan. Allah ta’ala berfiman:
رب السماوات والأرض ومابينهما فاعبدوه واصطبر لعبادته هل تعلم له سميا {65}
“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya, maka sembahlah dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seseorang yang sama dengan dia (yang patut disembah)” (Qs. Maryam: 65)
Demikian pula kaum mukminin diharuskan saling berpesan untuk menetapi kesabaran dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, dan satu sama lain saling meneguhkan dalam memikul dan melaksanakan tugas-tugas agama dan penuh keridhaan tanpa keraguan. Hal itu hanya bisa terwujud karena dua hal, yaitu mencintai Allah dan takut kepada-Nya. Dengan cinta dan takut akan mencapai tujuan dengan seizin Allah .ibnu al-qayyim berkata “rasa takut adalah benih cinta jika keduanya berkumpul, maka membuahnya pelaksanaan perintah dan menjauhi larangan.[12]
Diantara buah dari rasa takut kepada Allah adalah tumbuhnya kesadaran setelah kelalaian, terhantinya keburukan dengan kebaikan. Lebih dari itu, pengaruhnya akan tetap eksis dalam hati peserta lomba hingga keburukannya akan melahirkan dua kebaikan. Yahya bin mu’adz mengatakan “tidaklah seorang mukmin melakukan sebuah keburukan, melainkan akan diiringi dua kebaikan, takut terhadap siksa Allah dan mengharap ampunan-Nya.[13]
B.     Menghadapi ujian
Saudaraku  yang tercinta, jiwa itu juga perlu diluruskan dan diobati, keadaannya tidak akan lurus dan kondisinya tidak akan sehat kecuali dengan menjaganya dengan sungguh-sungguh dan bersabar dalam melakukan yang demikian itu. Muhammad bin al-munkadir berkata “jika ku menderita selama empat tahun sampai dia menjadi lurus (istiqomah)”. Termasuk bentuk lurusnya jiwa jika ia tidak tamat terhadap dunia dan tidak menganggap harta duniawi sebagai sumber kebahagiaan dan kesenangan akan tetapi kebahagiaan itu bercahaya bersamaan dengan kilatan cahaya materi, tetapi dia bersembunyi, tidak akan mampu menghujam sampai ke dalam jiwa. Sebab, orang yang memperturutkan kedua matanya dalam memandang keelokan dan kenikmatan dunia yang fana ini, maka kehidupannya akan menjadi keruh dan hari-harinya akan menjadi susah akibatnya ia akan selalu memperhatikan keadaan manusia dan mendengki mereka yang membawanya pada sikap ghibah dan tindakan adu domba.[14]
Abu Hurairah As meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda :
إن الرجل ليكون له المنزلة عند الله يبلغها بعمل فلا يزال يبتليه بما يكره حتى يبلغه إياها  
“sesungguhnya seseorang benar-benar memiliki kedudukan disisi Allah yang tidak dicapainya dengan amalan. Allah senantiasa mengujinya dengan perkara yang tidak di sukainya hingga mengantarkannya pada kedudukan itu”
Ujian adalah sunnatullah yang berlaku pada makhluk-Nya, tidak ada seorangpun yang sepi dari ujian tersebut baik muslim kafir: Allah SWT berfirman
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ
“ Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu”
Namun orang mukmin menghadapi segala musibah ini dengan ridha, sabar dan yakin dengan apa yang ada di sisi Allah berupa pahala yang banyak .jika Allah ta’ala mencintai anda, maka dia menambahkan ujian pada anda ,penguasa manapun bila mencintai seseorang dari rakyatnya, maka dia memberikan kesenangan, meluaskan pemberian kepadanya, dan mengangkatnya pada kedudukan yang tinggi agar orang itu menjadi semakin nyaman dan semakin senang. Adapin malikul muluk (Raja diraja) dan sebaik-baik hakim (Allah), jika dia mencintai suatu kaum, maka dia menguji mereka untuk mengangkat tingkatannya bila mereka bersabar. Ini adalah perkara yang tidak diketahui oleh kaum muslimin, lalu mereka berprasangka buruk terhadap Allah. Ketika Allah mengujinya, mereka menyangka bahwa Allah membencinya. Mahmud bin labid AS meriwayatkan, rasulullah SAW bersabda:
إذا أحب قوما ابتلا هم , فمن صبر فله الصبر ومن جزع فله الجزع
“Jika Allah mencintai suatu kaum, maka dia menguji mereka barang siapa bersabar, maka ia mendapatkan (pahala) kesabaran, dan barang siapa mengeluh maka ia mendapatkan (dosa karena) keluhan itu”.
Dan jika anda diuji dengan penyakit, musibah atau penghidupan yang buruk, maka hendaklah ber-istinja dengan mengucapkan :Inna lillahi wa inna ilahiraji’un, berhias dengan kesabaran dan banyak memuji Allah. Karena sesungguhnya itu adalah kedudukan tinggi dan derajat mulia yang hendak diberikan Allah kepada anda . tidak ada salahnya anda melakukan usaha-usaha yang di syaratkan untuk mengatasi dan meminta kesembuhan dirinya , diantara orang-orang yang mendapatkan musibah terdapat orang yang membenci musibah itu, ketika ia membandingkan dirinya dengan orang yang sehat wal afiat lalu ia menyangka bahwa mereka lebih baik dari padanya, namun ia tidak tahu apa yang disediakan Allah bagi orang-orang yang mendapatkan ujian itu berupa pahala yang besar pada hari kiamat.
Allah Ta’ala telah menganugrahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dengan menjadikan musibah dan penyakit yang menimpa mereka sebagai penghapus dosa-dosa dan yang meninggikan tingkatannya bila mereka bersabar menghadapinya. Allah menjadikan sebagian musibah itu dapat meninggikan derajat orang yang mendapatkan musibah itu hingga kedudukan syuhada. Ini bukan berarti seorang mukmin mengharapkan hal itu, tetapi ia senantiasa memohon afiat (keselamatan) kepada-Nya, berbagai musibah yang disinyalirkan dalam hadist shahih bahwa itu dapat meninggikan seseorang hingga tingkatan syuhada.[15] Allah ta’ala berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada Allah-lah mereka bertawakal (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang mereka berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya mereka akan memperoleh derajat ketinggian disisi Robbnya dan ampunan serta rizki (nikmat) yang mulia” (Qs. Al-Anfal : 2-4).
Apabila kita mendapatkan ujian sebaiknya kita bertawakal kepada Allah karena tawakal kepada Allah adalah kewajiban qalbu yang menggambarkan keutuhan iman yang wajib diberikan kepada-Nya, sebab kesempurnaan tauhid dan iman tidak akan teratur kecuali dengan kesempurnaan tawakal kepada Allah yang maha mengetahui lagi maha melihat, berdasarkan firman-Nya :
وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
 “Dan hanya Allah hendaknya kamu bertawakal jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (Qs. Al-Maidah : 23).
Orang yang bertawakal kepada Allah tdak berharap dan tidak menuju kecuali kepada-Nya, tidak meminta segala hajat-Nya dan tidak memohon kecuali kepada Robbnya, Ibnu al-Qayyim mengatakan, menukil dari sebagian arifin(orang-orang bijak) orang yang bertawakal itu seperti bayi, ia tidak mengetahui apapun yang menjadi tujuannya kecuali payudara ibunya. Demikian pula orang yang bertawakal tidak mempunyai tujuan kecuali Rabbnya, maka dari itu jika kita menghadapi segala cobaan yang berat ataupun ringan berbanyaklah bertawakal kepada Allah ta’ala.[16]
C.    Berjalan ke tempat shalat
Sholat itu lebih utama dari membaca al-qur’an, membaca al-qur’an itu lebih utama dari pada dzikir. Dzikir itu lebih utama dari berdo’a. Jihad lebih utama dari pada amalan-amalan pada ibadah haji. Bahkan diantara berbagai ungkapan satu jenis ibadah juga ada yang lebih utama dibanding sesamanya meisalnya, sabda Nabi SAW :
أفضل الصوم صوم داود كان يصوم يوما ويفطر يوما
“Sebaik-baiknya puasa adalah puasanya nabi Daud ; ia puasa sehari dan berbuka sehari”.
Bahwasannya seseorang yang didominasi dan dipercaya oleh penyakit berupa rasa aman dari ancaman Allah ta’ala, maka amalan yang paling utama baginya adalah khouf (rasa takut kepada Allah dan ancamannya). Amalan yang paling utama bagi seseorang yang dikalahkan oleh rasa pesimis dari rahmat Allah adalah roja (rasa harap kepada Allah) amalan yang paling utama bagi seseorang yang junub adalah mandi besar, amalan yang paling utama bagi seseorang yang takut terjerumus ke dalam perbuatan zina adalah nikah. Amalan yang paling utama saat kedatangan tamu adalah melaksanakan hak-hak tamu, menyibukkan diri dengannya dari pada mengamalkan wirid yang dianjurkan. Amalan yang paling utama saat orang yang tengah dirundung duka membutuhkan pertolongan adalah membantu dan meringankan bebannya serta lebih mendahulukannya dari pada ia wirid dan menyendiri (untuk beribadah).[17]
Diantara amalan shalat yang meninggikan pelakunya ditingkatan-tingkatan surga ialah berjalan ke tempat shalat. Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda :
ألا أدلكم على ما يمحو ا الله به الخطايا ويرفع به الدرجات ؟ إسباغ الوضوء على المكاره وكثرة الخطا إلى المساجد ,وانتظار الصلاة بعد الصلاة فذلكم الرباط فذلكم الرباط فذلكم الرباط  
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang karenanya Allah menghapuskan kesalahan dan meninggikan derajat-derajat yaitu menyempurnakan wudhu pada saat yang tidak disukai, banyak melangkah ke masjid dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath, itulah ribath, itulah ribath”.
Hadist ini mengisyaratkan bahwa ditinggikannya derajat itu karena banyak melangkah ke masjid. Adapun menyempurnakan wudhu ketika yang tidak disukai, maka pahalanya ialah dihapuskan kesalahan-kesalahan, sedangkan menunggu shalat setelah shalat, maka pahalanya setara dengan ribath (berjaga-jaga) dijalan Allah SWT.
Al-Munawi mengatakan “Perhatikanlah pengetahuan Nabi SAW tentang berbagai urusan, dimana beliau menempatkan setiap amalan didunia pada kedudukan diakhirat beliau menentukan hukumnya dan memberikan haknya, beliau menyebutkan wudhu berjalan (ke tempat shalat) dan menunggu (shalat, setelah shalat), serta menyebutkan penghapus dosa, ditinggikan derajat dan ribath, tiga pahala untuk tiga amalan, ini menunjukkan kesaksiannya dan berbagai kebijaksanaannya, dari sini dan semisalnya beliau mengatakan tentang dirinya bahwa beliau diberi jamawi’al kalim (kata-kata ringkas tapi padat makna).[18] Akhlak islam selalu berkaitan dan berhubungan erat dengan segala aspek kehidupan pada setiap waktu dan zaman. Ali bin abi thalib berkata : Ada lima perkara yang hendaknya kalian ambil dariku (yaitu) : Jangan ada salah seorang di antara kalian takut kecuali kepada dosanya, jangan berhadap kecuali kepada Rabbnya, orang yang tidak berilmu jangan merasa malu untuk belajar. Orang yang tidak berilmu jangan merasa malu untuk mengatakan Allah a’lam (Allah yang maha mengetahui) ketika ditanya tentang suatu perkara yang tidak ia ketahui. Sesungguhnya sabar mrupakan bagian dari iman, kedudukannya seperti kepala yang ada dibadan. Apabila kesabaran itu hilang maka hilang pulalah badannya. Amir bin Qais berkata, “Ada tiga hal yang menjadi pokok sikap tawadhu (rendah hati) (yaitu) : engkau mendahului mnegucapkan salam kepada orang yang engkau jumpai, engkau ridho dengan temapt duduk yang rendah dan tidak tinggi dan engkau tidak suka riya, sum’ah dan pujian ketika beramal untuk Allah, Tawadhu (rendah hati) adalah perangai islam yang mulia dan sifat yang terpuji, sang penghulu para rasul adalah seorang yang tawadhu dan senantiasa bersikap rendah hati kepada sesama mukmin.[19]
D.       Mendirikan Shalat
Allah SWT berfirman :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2} الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ {3} أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ {4}
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karena-Nya) dan hanya kepada Allahlah mereka bertawakal. (yaitu) orang orang yang mendirikan shalat dan yang menafkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka, itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian disisi Rabbnya dan ampunan serta rizki (nikamt) yang mulia”
(Qs. Al-Anfal : 2-4).
Yang dimaksud dengan mendirikan shalat ialah menjaga shalat fardu, yaitu menjaga waktunya yang telah ditentukan, wudhunya, rukun-rukunnya, sunah-sunahnya dan gerakannya. Shalat ialah sebaik-baik amalan, pangkal ketaatan, tiang agama dan pelipur hati pnutup para rasul (Rasulullah SAW) shalat adalah amalan pertama seorang hamba yang dihisab pada hari kiamat.[20] Tahukah anda berapa banyak shalat fardhu dan seluruh amal sholeh lainnya meninggakan pelakunya selama sepekan atau lebih pada tingkatan-tingkatan surga seperti janak antara langit dan bumi. Lalu bagaimana menurut anda  dengan orang yang dipanjangkan umurnya oleh Allah SWT dan mengerjakan shalat sepanjang usianya ? duhai, seberapa tinggi tingkatannya ? adapun yang meninggalkan shalat berarti ia meninggalkan surga secara keseluruhan. Abu Umamah al-dahili As meriwayatkan Nabi SAW bersabda : “Siapa saja orang yang menuju tempat wudhu untuk mengerjakan shalat, lalu ia membasuh kedua telapak tangannya bersama awal tetesan, jika ia membasuh wajahnya maka kesalahannya jatuh dari pendengaran dan penglihatannya bersama awal tetesan. Jika ia membasuh kedua tangannya hingga sikut-sikut dan kedua kaki hingga mata kaki, maka ia terbebas dari semua dosa dan kesalahannya seperti saat dilahirkan oleh ibunya, jika ia hendak mengerjakan shalat, maka Allah meninggalkan tingkatannya jika ia duduk, maka ia duduk dalam keadaan selamat”.
Karena itu hendaklah anda menyempurnakan shalat anda : rukuk, sujud dan khusyunya secara berjamaah, maka engkau akan sangat beruntung hati-hatilah untuk tidak merusak salah satu rukunnya, diantara manusia ada orang yang shalat sepanjang usianya, namun ia akan kaget pada hari kiamat kelak bahwa tidak ada satu raka’at pun yang diterima darinya, karena ia tidak thuma’ninah dalam shalatnya kita melihat banyak orang tidak masuk ke rumah Allah (masjid) untuk melaksanakan shalat fardhu melainkan yang paling akhir, jika imam telah selesai dari shalatnya, anda melihat mereka sebagai orang-orang yang paling awal keluar dari masjid, seakan-akan mereka duduk diatas bara api. Mereka tidak mengenal pelaksanaan shalat sunnah qabliyah maupun sunnah ba’diyah, mereka tidak tahu bahwa setiap sujud yang mereka lakukan karena Allah maka mereka mendapatkan satu tingkatan karenanya, mereka tidak tahu bahwa shalat-shalat sunnah, sedangkan shalat-shalat fardhunya kurang. Maka ia di adzab di mereka. Siapa saja yang ingin menemani Nabi SAW maka hendaklah ia memperbanyak shalat sunnah, diriwayatkan oleh Abu Faras Rabi’ah bin Ka’ab al-aslami AS pelayan nabi dan salah satu seorang ahlus shuffah ia mengatakan :
كنت أبيت مع رسول الله فأتيته بوضوئه وحاجته , فقالى : سلنى , فقلت أسألك  مرا فقك فى الجنة , قال : أو غير ذلك ؟ قلت هو ذاك , قال : فأعنى على نفسك بكثرة السجود  
“Aku bermalam bersama Nabi SAW , lalu membawakan air wudhu dan keperluannya, maka beliau mengatakan, “Mintalah padaku, aku katakan, aku meminta agar bisa menemanimu disurga, beliau bertanya ataukah selain itu ? ‘aku katakan itu saja : beliau mengatakan, ‘bantulah aku untuk memenuhi keinginanmu dengan banyak bersujud”.
Menemani nabi adalah salah satu kedudukan yang dekat dengan al-musthafa disurga, tapi tidak mencapai tingkatan wasilah yang di khususkan bagi Nabi SAW, Ibnu Allan ash shidiqi As mengatakan, menukil dari Ibnu Hajar dalam syaikh al-musykah karena banyak sujudnya, ia mendapatkan derajat tinggi itu yang tiada jalan untuk mendapainya kecuali dengan menambah kedekatan di sisi Allah SWT di dunia dengan memperbanyak sujud seperti diriwayatkan lewat firman-Nya :
وَاسْجُدْ وَاقْتَرِب
Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Allah)”. (Qs. Al-Alaq : 19).
Setiap sujud berisi kedekatan khusus karena sujud menaikan pada salah satu derajat kedekatan. Demikian seterusnya hingga pada derajat murafaqah (menyertai) kekasihnya (Nabi SAW).[21]

BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari paper yang berjudul “BERLOBA MENUJU SURGA HAKIKI”, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : bahwa berlomba menuju surga hakiki ialah berlomba dengan sifat-sifat surga secar berkesinambungan agar kita merindukannya dan berusaha mencarinya dengan amal-amal shalih dan bersujud terhadap kenikmatan dunia yang bakal lenyap, serta agar dapat menjauhkan kita dari perkara-perkara yang diharamkan, setiap kali orang muslim ingin bermaksiat, ia teringat bahwa sekiranya ia meninggalkannya maka ia bakal diberi ganti dengan lebih baik darinya di akhirat kelak. Siapa saja yang inging melakukan perbuatan nista (zina) maka teringat bidadari jelita yang menantikannya, siapa saja yang ingin minum khamer, maka ia teringat khamer akhirat yang disediakan untuknya dan demikian seterusnya ketika hati manusia terpaut dengan surga, maka mereka senantiasa berada dalam kebaikan sementara saat hati kita terpaut dengan dunia dan meletakkan akhirat di tempat terakhir dari fikiran kita, maka mengalami jungkir balik dan tidak suka berjumpa dengan Allah SWT.

B.     Saran-saran
Kita sudah mengetahui akan pengertian lomba dengan segala definisi dan lain-lainnya maka dengan ini penulis menyarankan untuk menjalankan tugas-tugas agama sabar dalam menghadapi ujian dan segala cobaan yang kita hadapi dengan berendah diri, supaya kita mendapatkan tingkatan surga yang tinggi dan dengan berlomba-;omba dengan hati yang selalu mendekatkan diri kepada Allah oleh karena itu marilah kita untuk membiasakan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

DAFTAR PUSTAKA


Abu Syadi Kholid, Ayo melesat ke surga, Darul Basyir, Solo, 2008
Ibrahim an-nu’aim bin muhammad, Jalan menuju surga, Pustaka At-Tazkia, Jakarta, 2009
Muhammad al-qosim bin Abdul malik, Tiket meraih surga, Maktabah Al-Hanif, Yogyakarta, 2008
Al-Qarni Aidh, Mencari Kebahagiaan yang hilang, Pustaka Darul Ilmi, Bandung, 2005
Al-Madany Abul Miqdad, Rindu yang berujung surga, Mirqat Media Grafika, Jakarta, 2008


[1]  Dr. Aidh Al-Qarni, Mecari Kebahagian yang hilang, (Bandung : Pustaka Darul Ilmi, 2008), hal. 126
[2]  Dr. Kholid Abu Syadi, Ayo Melesat Ke Surga, (Solo : Darul Basyir, 2008), hal. 11-12
[3]  Ibid, hal. 16-17
[4]  Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Nuraim, Jalan Menuju Surga, (Jakarta : Pustaka at-tazkia, 2009) hal. 97-98
[5]  Syaikh Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim, Tiket Meraih Surga, (Yogyakarta : Martabah Al Hanif, 2008), hal. 139
[6]  Dr. Kholid Abu Syadi, Ayo Melesat Ke Surga, (Solo : Darul Basyir, 2008), hal. 16-17
[7]  Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Naim, Jalan Menuju Surga, (Jakart : Pustaka at-tazkia, 2009), hal. 6
[8]  Dr. Kholid Abu Syadi, Op.Cit, hal. 49
[9]  Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Naim, Op.Cit, hal. 22-23
[10]  Ibid, hal. 8
[11]  Dr. Kholid Abu Syadi, Ayo Melesat Ke Surga, (Solo : Darul Basyir, 2008), hal. 121-122
[12]  Dr. Muhammad bin Ibrahim an-nu’aim, Op.Cit, hal.57-58
[13]  Dr. Kholid Abu Syadi, Op.Cit, hal. 122
[14] Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim, Tiket Meraih Surga, (Yogyakarta : Martabah al-Hanif, 2008), hal. 31
[15]  Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Nu’aim, Jalan Menuju Surga, (Jakarta : at-tazkia,2009), hal. 62-63
[16]  Ibid, hal. 54-55
[17]  Dr. Kholid Abu Syadi, Ayo Melesat Ke Surga, (Solo : Darul Basyir, 2008), hal. 248
[18]  Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Nu’aim, Op.Cit, hal. 69
[19]   Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim, Tiket Meraih Surga, (Yogyakarta : Maktabah at-Hanif, 2008), hal. 67
[20]  Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Nu’aim, Op.Cit, hal. 75-76
[21]  Ibid, hal. 80-81

Tidak ada komentar:

Posting Komentar