BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belang Masalah
Bahwasannya surga adalah tujuan dan
keingingan yang kita dambakan, ia adalah
balasan dan pahala yang besar yang dijanjikan Allah untuk kekasih-Nya dan
orang-orang yang mentaati-Nya, ia adalah kenikmatan sempurna yang tidak bisa di
ilustrasikan dengan kata-kata. Jika kelaparan didunia ini, hidup miskin,
bersedih hati, jatuh sakit, dikurangi haknya atau merasa di zhalimi maka
ingatlah diri dengan negeri yang penuh kenikmatan (surga) jika keyakinan ini
telah terpaterai di dalam Qalbu dan mau berbuat untuk meraih kemudahan yang
baik tersebut, maka kerugian yang dialami akan berubah menjadi anugrah, semua
gerak-gerik muslim bernilai ibadah, hal ini sering terluapakan sebagian besar
umat ini sehingga tak mampu memanage, segala urusannya menjadi ibadah akibatnya banyak kesempatan
meraup pahala yang terbuang percuma, banyak bekal meraih surga yang tak mampu
ditangkap, padahal perjalanan menuju surga ibarat sebuah perlombaan siapa
paling cepat memasukinya dialah yang paling beruntung dan paling merasakan
kenikmatan.
Sebagimana
Sahl bin Sa’ad as-saldi meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda :
موضع سوط أحدكم فى الجنة خير من الدنيا وما عليها
“Tempat
cemeti salah seorang dari kalian disurga itu lebih baik dari pada dunia beserta
segala isinya”.
Sesungguhnya
orang yang paling adalah mereka yang beramal untuk kebahagian akhiratnya sebab
negeri akhirat itu lebih abik dan lebih kekal, sebaliknya orang yang paling
bodoh dari makhluk yang disebut manusia ini adalah tempat tinggal dan negeri
mereka serta tujuan akhirnya cita-cita mereka.
B. Perumusan
Masalah
Adapun
penulis membahas tentang judul karya tulis ini dibatasi pada beberaoa masalah
tersebut yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud menunaikan tugas-tugas agama ?
2.
Bagaimana cara berjalan ke tempat shalat ?
3.
Apa yang dimaksud mendirikan shalat ?
4.
Mengapa kita harus menghadapi ujian ?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan
ini adalah :
1.
Untuk mengetahui maksud menunaikan tugas-tugas agama
2.
Untuk mengetahui cara brjalan ke tempat shalat
3.
Untuk mengetahui maksud mendirikan shalat
4.
Untuk mengetahui cara menghadapi ujian
Dan tujuan penulis membuat karya ilmiah ini adalah
sebagai salah satu untuk menambah wawasan dalam berpengetahuan dan berkarya.
D. Sistematika
Penulisan
Karya tulis ini disusun dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Yang berisikan aspek-aspek yang
melatar belakngi masalah, pembatasan masalah, tujuan masalah dan sistematika masalah.
BAB II : DEFINISI SEPUTAR PERLOMBAAN
Dalam bab ini berisi tentang
definisi lomba, hukum perlombaan dan surga hakiki
BAB III : JALAN MENUJU
SURGA HAKIKI
Dalam bab ini berisi tentang
menunaikan tugas-tugas agama, menghadapi ujian, berjalan ke tempat shalat dan
mendirikan shalat
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini menjelaskan
tentang kesimpulan dan saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
DEFINISI SEPUTAR PERLOMBAAN
A. Definisi
Lomba
Keadilan
merupakan tuntutan rasional dan hukum syariat dalam arti kata tidak bertahan
dan tidak pula merehkan, tdak boros dan tidak pula kikir. Baeang siapa yang
ingin hidup bahagia maka ia harus mampu mengendalikan perasaan dan dorongan
hatinya agar menjadi orang yang selalu bersikap adil dalam semua keadaannya,
baik saat senang, saat marah, saat gembira maupun saat bersedih. Sesungguhnya
sikap yang dibuat-buat dan sikap yang berlebih-lebihan dalam berinteraksi
dengan berbagai kejadian merupakan pertengahan dan keseimbangan itu, karena
sesungguhnya syari’at telah memerintahkan kepada kita untuk menegakkan rencana
keadilan dan hidup ini harus dapat ditegaskan dengan terselenggaranya keadilan.[1]
Adapun
yang kita maksud dengan “lomba” disini adalah orang-orang yang terpacu dalam
melakukan kebaikan dan ketaatan baik dari ruang lingkup :
1.
Ibadahim seperti shalat, puasa dan membaca al-qur’an
2.
Muamalah seperti menyambung tali silaturahmi,
berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga dan mengasuh anak yatim
3.
Akhlak seperti berkata jujur, amanah, menepati janji,
adil, memaafkan dan dermawan
4.
Adat atau kebiasaan seperti mencari ilmu, mencari rezeki
dan menikah niat yang benar dan tulus
Dengan demikia, berpacu dalam permainan dan berbangga
diri bukanlah kompetensi yang selaras dengan mereka yang telah beranjak dewasa
(dalam segala hal ini ketuhanan) dan telah meninggalkan dunia permainan anak-anak
kecil, kompetensi sejati tiada lain adalah perlombaan guna meraih cakrawala
cita yang tinggi, guna menuju kerajaan yang membentang luas. Kompetensi untuk
menggapai ampunan Allah : “surga yang luasnya seluas langit dan bumi”. Yakni
menang dalam segala hal seperti ungkapan “Lahu fi kulli amrin subgotun wa
sabigotun wa sabagun (dia menang dalam segala hal) Allah SWT berfirman :
ثم أورثنا الكتب الذين
اصطفينا من عبادنا فمنهم ظالم لنفسه ومنهم مقتصر ومنهم سابق بالخيرات بإذن الله
“Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami
pilih di antara hamba-hamb kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri
mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka
ada (pula) yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan dengan izin Allah”.
Adapun yang dimaksud dengan berlomba yaitu berlomba
menuju surga hakiki dengan cara masing-masing, orang yang ingin menggapai surga
itu tersebut.[2]
Hati kita memiliki satu karakter unik, ia sangat mudah berubah dan
berbolak-balik, ia sungguh bergantung pada kekuatan iman setiap kita, hati akan
berpancar cahaya hanya bila iman pun menebarkan cahaya di setiap
relung-relungnya itulah sebabnya sumber kekuatan hati kita sepenuhnya berkitar
dipusaran iman yang kita punya. Dan ada kalanya iman itu menjadi lemah. Disitulah dibutuhkan sebuah
masa jeda, yah masa jeda uang mencerahkan kembali sebab pada titiknya hati kita
berhenti sejenak.
B. Hukum
Perlombaan
Sesungguhnya
Allah SWT memotivasi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk adil
dalam perlombaan ini. Allah ta’ala berfirman :
سابقوا إلى مغفرة من ربكم وجنة عرضها كعرض السماء
والأرض
“berlomba-lombalah
kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang luasnya seluas
langit dan bumi”.
Hadist-hadist
Nabi SAW banyak memuat contoh untuk mengasah tekad dan memotivasinya guna berlomba-lomba
dalam kebaikan, diantaranya Nabi SAW memotivasi untuk berlomba-lomba dalam
membaca dan menghafal al-qur’an dan barang siapa yang didunia ini mau berlomba
dengan amalan-amalan niscaya ia akan mampu meraih derajat surga yang tinggi di
akhirat, namun barang siapa yang berlomba-lomba melakukannya di dunia meskipun
ia masuk surga maka ia akan mendapat derajat yang rendah.
Balasan
yang tertinggal ini menggambarkan perumpamaan kompetensi menuju surga dan
hakikat dunia Imam Ibnu Qoyyum berkata “sedangkan orang yang tertinggal (tak
melanjutkan kompetensi meraih kenikmatan surga) ia tidur di naungan pohon ,
Demi Allah hal tersebut menjadi layu daun-daunnya berguguran, buah-buahnya tak
muncu lagi, ranting-ranting menjadi kering dan mata airnya terhenti segera saja
pohon tersebut dicabut sang penjaga hingga akar-akarnya”. Jadilah orang tadi
merasakan panas yang menyengat dan mereka bergelimpangan, mereka merasa rugi
atas kehidupan dibawah pohon yang telah lenyap pohon itu telah dibakar sang
penjaga, sehingga pohon dan segala yang ada di sekitarnya menjadi kobaran api,
akhirnya api tersebut menggepung orang-orang tadinya berada dibawah pohon tak
seoran pun yang mampu keluar darinya.[3]
Sebagaimana
diketahui, tidak ada satu masyarakat pun yang sunyi dari permusuhan, prasangka
buruk, perbedaan pendapat dan keinginan menyebabkan mereka membenci satu sama
lain dan saling mengucilkan, terkadang urusannya bisa berujung pada baku hantam
diantara mereka, karena itu islam memerintahkan untuk mendamaikan diantara
manusia dan menjadikan amal ini sebagai sebaik-baik amal yang akan menambah
derajat orang yang mendamaikan melebihi derajat orang yang berpuasa, shalat dan
bersedekah sunnah dari Abu Barda As, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda :
ألا أخبركم بأفضل من درجة الصيام والصلاة والصدقة ؟
قالوا بلى , قال : صلاح ذات البيت . فإن فساد ذات البيت هي الخالقة
“Maukah
kalian aku kabarkan kapada kalian tentang yang lebih baik dari pada derajat
puasa, shalat dan sedekah ? mereka menjawab “tentu” beliau bersabda :
“mendamaikan orang-orang yang selisih karena kerusakan akibat perselisihan
adalah haliqah (mencukur atau merusak agama).[4]
Maka
dari itu hukum perlombaan ini, Allah selalu ingin melihat hamba-Nya
berlomba-lomba menuju surga-Nya dan petunjuk kebenaran-Nya maka sebagai seorang
muslim kita harus mengejar atau berlomba-lomba untuk bisa menggapai semua
keinginan yang kita impikan. Saudarku yang mulia jadilah engkau yang selalu
mengejar kebaikan. Carilah setiap kesempatan demi kesempatan untuk beramal dan
mencari pahala, jangan sekali-kali engkau meremehkan kebaikan meskipun hanya
kecil orang yang mendapatkan taufik (bimbingan) dan bahagia adalah orang yang
dibimbing oleh Allah untuk mengamalkan kebaikan yang tersebut dimana-mana
sehingga Allah menuliskan pahala baginya dan pahala orang yang mengamalkannya
sampai waktu yang dikehendaki oleh Allah, salah satu buah dari amal sholeh yang
dilakukan secara tetap dan berkesinambungan adalah jika seseorang biasa
melakukan kebaikan secara tetap setiap waktu, lalu pada saat tertentu ia tidak
dapat mengerjakan amalan tersebut karena alasan tertentu, seperti bepergian
atau sakit, maka ia akan tetap mendapatkan pahala dari amalan tersebut
sebagaimana jika ia mengerjakannya tetapi Rasulullah SAW bersabda :
وإن أحب الأعمال إلى الله . ماداوم عليه
وإن قل
Artinya
: “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang terus-menerus
dikerjakan meskipun sedikit”.[5]
Nabi
SAW senantiasa meniupkan spirit ini yakni spirit saling berlomba pada diri para
sahabat beliau, spirit yang mampu mengobarkan semangat untuk membakar kemalasan
dan memunculkan fajar diaktivitas, diantaranya suatu hari beliau pernah
bertanya kepada para sahabat, “Siapa diantara kalian yang pagi hari ini
berpuasa ? “Abu bakar menjawab “saya” beliau bertanya lagi, “Siapa di antara
kalian yang hari ini telah mengantar jenazah ? “Abu bakar menjawab “Saya”,
beliau bertanya lagi, Siapa diantara kalian yang hari ini telah menjenguk orang
sakit ? “Abu bakar menjawab, “Saya” maka Rasulullah SAW bersabda :
ما اجتمعن فى امرئ إلا دخل الجنة
“Tidaklah
amalan-amalan itu ada pada diri seseorang, melainkan pasti ia akan masuk
surga”.
Apakah anda tahu, bagaimana
kodisi para sahabat Rasulullah SAW saat kembali ke rumah mereka masing-masing
setelah mendengar kabar gembira ini ? tentunya mereka kembali ke rumah
masing-masing dengan membawa semangat baru, mereka berusaha meraih apa yang
telah diraih oleh Abu bakar dan ingin beruntung sebagaimana ia telah
mendapatkan keberuntungan, pertanyaan yang penuh barokah ini merupakan star
perlombaan untuk meraih akhirat tanpa menunda-nunda atau perlahan-lahan. Sebab
sikap perlahan-lahan dan segala hal itu memang baik kecuali dalam amalan
akhirat.[6]
C. Hadiah
Perlombaan
Sudah
tersebar ditengah kalangan masyarakat bahwa surga itu hanyalah satu surga yang
sangat luas, namun yang benar bahwa surga itu banyak dan bukan satu surga,
As-suyuthi menyebutkan menukil dari Qurthubi dan ao-hulaimi, bahwa pada
tiap-tiap surga ada tingkatan-tingkatan, rumah-rumah dan pintu-pintu para ulama
tersebut berselisih pendapat bahwa jumlahnya ada tujuh surga, yaitu : Dar
al-jabar, Dar as-salam, surga adn, surga al-ma’wa, surga al-khuld, surga
firdaus dan surga an-naim dan sementara al-qurthubi berpandangan bahwa
nama-nama yang disebutkan ibnu abbas bukan untuk membedakan satu surga dengan
surga lainnya, itu hanyalah sifat-sifat surga dan bahwa jumlah surga itu hanya
ada empat saja berdasarkan hadist yang diriwayatkan abu musa al-sya’ri As dari
Nabi SAW beliau bersabda :
جنتان من ذهب
آنيتهما وحليتهما , وجنتان من فضة
آتيتهما وحليتهما وما فيهما , وما بين القوم وبين أن ينظر وا إلى ربهم إلا
رداء الكبر ياء على وجهه فى جنان عدن
“Ada dua
surga dari emas : bejana, perhiasan dan segala isinya dan ada dua surga dari
perak : bejana, perhiasan dan segala isinya, tidak ada yang menghalangi mereka
dari melihat Rabb mereka kecuali selendang keagungan yang menutupi wajah-Nya di
surga adn”.[7]
Adapun syarat untuk mengikuti
perlombaan atau kompetisi salah satunya adalah :
Hati
yang terkekang adalah hati yang mau mengikuti perlombaan kita kali ini haruslah
hati yang bebas merdeka, tak terkekang oleh materi maupun syahwat. Adapun hati
yang terpenjara dibalik dinding maka tak mungkin ia sambut untuk bangkit
sementara ia terbelenggu, tak mungkin ia mampu bersaing, sementara ia terantai.
Perlombaan dan orang yang tertawa tak
akan dapat disatukan dan barang siapa yang hatinya terkekang lantaran sesuatu
yang bersifat duniawi, maka hal itu akan menahannya untuk bergerak dan
mencegahnya untuk bertolak dalam rangka mencapai seluruh tujuan yang
mengekangnya seseorang ada kalanya berwujud bisnis perdagangan, wanita, sendagurau
ataupun jabatan.[8]
Perlombaan
kita menjanjikan hadiah-hadiah sebagai berikut :
1.
Pemenang pertama : masuk surga tanpa hisab, dari abu
umamah As, ia berkata : “aku mendengar Rasulullah bersabda :
وعدنى ربى سبحانه أن يدخل الجنة من أمتى سبعين ألفا
لا حساب عليهم ولا عذاب مع كل ألف سبعون ألفا وثلاث حثيات من حثيات ربى
“Robbku
telah menjanjikan kepadaku bahwa ada 70.000 orang dari umatku akan dimasukkan
surga tanpa hisap dan tidak disiksa. Setiap 1.000 orang disertai 70.000 dan 3
cidukan yang dipilih oleh Allah”.
Jumlah
orang yang masuk surga tanpa hisap adalah 70.000 orang. Merekalah yang telah
memesan tempat duduk di surga, diantara mereka adalah ukasyah bin minshon
al-asadi, saat mendengar kabar gembira ini, ia berkata : “Wahai Rasulullah,
berdoalah kepada Allah agar menjadikan diriku termasuk bagian dari mereka. Maka
beliau berdoa, “Ya Allah, jadikanlah ia bagian dari mereka”.
Namun
betapa meruginya orang-orang yang terbelenggu oleh setan dihembusi rasa putus
asa terhadap rahmat Allah dan diajari seni pesimitis, saat mereka mengetahui
bahwa jumlah pemenang pertama hanya terbatas itu, merekamngira bahwa perlombaan
telah berkahir sejak masa sahabat dan tabi’in. Namun sebenarnya tidak demikian
adanya ! sebab, Rasulullah menentukan masanya. Beliau hanya menyampaikan kabar
gembira kepada salah seorang dari mereka, saat yang lainnya bangkit dan meminta
hal yang sama, maka beliau menjawab “Engkau telah didahului oleh ukasyah,
“Sekiranya beliau tidak mengatakan seperti itu, tentu semua yang hadir saat itu
dan yang mendengarnya akan berusaha untuk mendapatkan apa yang telah didapatkan
oleh ukasyah. Bila demikian, tentu jumlah yang terkobar itu telah habis sejak
lama.
Namun,
rahmat Allah lebih luas bila dibandingkan dia sekedar memasukkan 70.000 orang
saja kedalam surga tanpa hisab, setiap 1.000 orang dari rombongan ukasyah itu
akan disertai 70.000 orang, sehingga Allah mencakup yang jauh maupun yang dekat
sehingga, ada tiga gelombang cidukannya mengentaskan para hamba yang akan
disertakan dengan ribuan orang yang telah mendapatkan kemenangan tersebut.
Maksud Allah akan mengeluarkan manusia dan neraka dalam jumlah yang banyak yang
tak terhitung jumlahnya adalah mereka keluar dari neraka dalam satu gelombang
tanpa syafaat dari seorangpun dan tanpa urutan untuk keluar darinya. Mereka
keluar seperti seseorang melemparkan sesuatu yang ia genggam dengan tangannya
dengan sekali lempar. Oleh karenanya, kondisi seperti itu diungkapkan dengan
ungkapan al-hatswah (cidukan).
2.
Pemenang kedua : Akan dihisab dengan nisab yang
ringan. Yakni sekedar pemaparan semata, sebagaimana yang tertera dalam sebuah
hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Aisyah As, ia berkata “ Rasulullah
SAW bersabda :
“Barang siapa yang dihisab pada
hari kiamat, maka ia akan disiksa “Aisyah bertanya” bukanlah Allah telah
berfirman “Maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah” (Al-Insyiqoq(89):8) maka beliau
bersabda : ”Itu bukan hisab, tetapi itu adalah al-ardh (Pemaparan semata) al-ardh
adalah bila Allah menyendiri dengan mereka, lalu menunjukkan aib-aib mereka
hingga mereka merasa malu, maka mereka bercucuran keringat dihadapan-Nya,
keringat mereka tersebut sampai mengenai tumit-tumit mereka karena saking
malunya. Lalu Allah mengampuni dan meridhoi mereka. Hal ini telah dijelaskan
oleh hadist Ibnu Umar As yang tertera dalam kitab Ash-Shohihaim, ia berkata :
“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah Ta’ala akan
mendekat kepada seorang mukmin dan meliputinya dengan penjagaan-Nya dari
pandangan manusia. Dia menyebutkan dosa, dosa orang mukmin tadi seraya
berfirman “Apakah mengakui dosa ini ? ia menjawab “Benar, wahai Rabbi hingga
dia menunjukkan dosa-dosanya dan ia memandang bahwa dirinya masih mendapat
celaka, maka Allah berfirman “Aku telah menutupinya saat kamu masih didunia.
Sekarang, aku telah mengampuninya, lalu catatan amalnya diterima dengan tangan
kanannya. Adapun orang kafir dan munafik akan dipanggil dihadapan sekalian para
saksi, merekalah orang-orang yang mendustakan Robb mereka”.
Adapun orang yang menjalaninya
setelah itu, maka dia akan dihisab dengan debad bicara secara detail.
Rasulullah SAW bersabda :
من نو قش الحساب هلك
“Barang
siapa yang didebad dengan detail dalam hisabnya, maka celakalah ia “.
Akhirnya,
ia masuk neraka dengan mengigit jari jemari, penyesalan karena ia tak ikut
berpacu bersama kita dan karena ia hanya duduk bersama orang-orang malas dan
tak mau berkerja.[9]
Dan telah katakan jikalau surga itu ada yang bertingkat-tingkat ini berarti
tingkatan surga itu sesuai jumlah ayat, karena itu, diriwayatkan dari aisyah
As, dia menyatakan jumlah tingkatan surga sebanyak jumlah ayat al-qur’an. Siapa
saja yang masuk surga dari kalangan penghafal al-qur’an, maka tidak ada
seorangpun yang lebih tinggi darinya. Tentang sabda Nabi SAW “100 tingkatan “
Ibnu Hajar As mengatakan, dalam redaksinya tidak ada penegasan bahwa jumlah
tersebut adalah total jumlah tingkatan surga, tidak lebih dari itu sebab
didalamnya tidak ada yang menafikan jumlah yang lebih dari itu.[10]
Maka dari itu pemenang-pemenang ini hanyalah orang yang menang dalam perlombaan
atau kompetisi yang telah ditentukan dengan segala hal yang mereka lakukan demi
mendapatkan apa yang ingin mereka dapatkan dalam hal apapun.
BAB III
JALAN MENUJU SURGA HAKIKI
A. Manunaikan
Tugas-tugas agama
Segala
puji bagi Allah yang telah memberikan keselamatan kita telah sampai di oase
pertama, yaitu oase yang penuh pepohonan rindang yang banyak memberikan
kebaikan, anda dapat mencari bekal semampu anda. Ketahuilah, bahwa bila anda
takut pada seseorang, maka anda akan berusaha lari darinya. Namun, bila anda
takut kepada Allah, maka anda justru akan lari mendekat kepada-Nya. Allah
adalah dzat yang berhak untuk ditakuti dan diharapkan karunia-Nya, orang yang
takut kepada Allah, maka akan lari dari Allah menuju Allah. Firman Allah Ta’ala
:
فَفِرُّوا إِلَى
اللهِ إِنِّي لَكُم مِّنْهُ نَذِيرٌ مُّبِينٌ {50}
“Maka segeralah kembali kepada
(menaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari
Allah untukmu”
(Qs. Adz-Dzariyat :50)
Sekiranya
para pedagang dunia menempuh metode takut ini dari kefakiran yang mereka
khawatirkan, tentu mereka akan selamat darinya. Ahli fiqih hati, Yahya bin
mu’adz berkata “sekiranya manusia termiskin takut terhadap neraka sebagaimana
ia takut terhadap kefakirannya, tentu ia akan masuk surga”.[11]
Allah
ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ
ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَنُبَوِّئَنَّهُم مِّنَ الْجَنَّةِ غُرَفًا
تَجْرِي مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا نِعْمَ أَجْرُ
الْعَامِلِينَ {58} الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {59}
“Dan
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih, sesungguhnya
akan kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah
sebaik-baik pmbalasan bagi orang-orang yang beramal (yaitu) yang bersabar dan
bertawakal kepada Rabbnya”.
(Qs. Al-Ankabut : 58 – 59).
Yang
dimaksud dengan menunaikan tugas-tugas agama ialah ketabahan hati dalam manaati
Allah dan menahan diri dari bermaksiat kapada-Nya. Katika Allah ta’ala
menyebutkan ibadurrahman (hamba-hamba Allah yang maha pengasih) dalam surat
al-fuqan dalam amalan agung yang mereka lakukan dan karenanya mereka pantas
mendapatkan sebutan yang mulia ini, maka Allah menyebutkan apa yang di
sediakan-Nya untuk mereka berupa tempat-tempat yang tinggi di surga sebagai
hasil dari kesabaran mereka dalam memikul tugas-tugas tersebut. Karena itu,
setiap mislim harus mengupayakan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya meneguhkan dirinya atas perkara itu, mengiburnya, dan
memberikan harapan kepadanya dengan pahala besar yang akan menaatinya dari
Allah. Karena jiwa itu dikodratkan untuk menjauhi segala macam ikatan. Allah
ta’ala berfiman:
رب
السماوات والأرض ومابينهما فاعبدوه واصطبر لعبادته هل تعلم له سميا {65}
“Rabb (yang menguasai) langit
dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya, maka sembahlah dia dan
berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada
seseorang yang sama dengan dia (yang patut disembah)” (Qs. Maryam: 65)
Demikian
pula kaum mukminin diharuskan saling berpesan untuk menetapi kesabaran dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allah, dan satu sama lain saling meneguhkan dalam
memikul dan melaksanakan tugas-tugas agama dan penuh keridhaan tanpa keraguan.
Hal itu hanya bisa terwujud karena dua hal, yaitu mencintai Allah dan takut
kepada-Nya. Dengan cinta dan takut akan mencapai tujuan dengan seizin Allah
.ibnu al-qayyim berkata “rasa takut adalah benih cinta jika keduanya berkumpul,
maka membuahnya pelaksanaan perintah dan menjauhi larangan.[12]
Diantara
buah dari rasa takut kepada Allah adalah tumbuhnya kesadaran setelah kelalaian,
terhantinya keburukan dengan kebaikan. Lebih dari itu, pengaruhnya akan tetap
eksis dalam hati peserta lomba hingga keburukannya akan melahirkan dua
kebaikan. Yahya bin mu’adz mengatakan “tidaklah seorang mukmin melakukan sebuah
keburukan, melainkan akan diiringi dua kebaikan, takut terhadap siksa Allah dan
mengharap ampunan-Nya.[13]
B. Menghadapi
ujian
Saudaraku yang tercinta, jiwa itu juga perlu diluruskan
dan diobati, keadaannya tidak akan lurus dan kondisinya tidak akan sehat
kecuali dengan menjaganya dengan sungguh-sungguh dan bersabar dalam melakukan
yang demikian itu. Muhammad bin al-munkadir berkata “jika ku menderita selama
empat tahun sampai dia menjadi lurus (istiqomah)”. Termasuk bentuk lurusnya
jiwa jika ia tidak tamat terhadap dunia dan tidak menganggap harta duniawi
sebagai sumber kebahagiaan dan kesenangan akan tetapi kebahagiaan itu bercahaya
bersamaan dengan kilatan cahaya materi, tetapi dia bersembunyi, tidak akan
mampu menghujam sampai ke dalam jiwa. Sebab, orang yang memperturutkan kedua
matanya dalam memandang keelokan dan kenikmatan dunia yang fana ini, maka
kehidupannya akan menjadi keruh dan hari-harinya akan menjadi susah akibatnya
ia akan selalu memperhatikan keadaan manusia dan mendengki mereka yang
membawanya pada sikap ghibah dan tindakan adu domba.[14]
Abu Hurairah As meriwayatkan,
Rasulullah SAW bersabda :
إن الرجل ليكون له المنزلة عند الله يبلغها بعمل فلا
يزال يبتليه بما يكره حتى يبلغه إياها
“sesungguhnya
seseorang benar-benar memiliki kedudukan disisi Allah yang tidak dicapainya
dengan amalan. Allah senantiasa mengujinya dengan perkara yang tidak di
sukainya hingga mengantarkannya pada kedudukan itu”
Ujian
adalah sunnatullah yang berlaku pada makhluk-Nya, tidak ada seorangpun yang
sepi dari ujian tersebut baik muslim kafir: Allah SWT berfirman
لَتُبْلَوُنَّ فِي
أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ
“ Kamu sungguh-sungguh akan
diuji terhadap hartamu dan dirimu”
Namun
orang mukmin menghadapi segala musibah ini dengan ridha, sabar dan yakin dengan
apa yang ada di sisi Allah berupa pahala yang banyak .jika Allah ta’ala
mencintai anda, maka dia menambahkan ujian pada anda ,penguasa manapun bila
mencintai seseorang dari rakyatnya, maka dia memberikan kesenangan, meluaskan
pemberian kepadanya, dan mengangkatnya pada kedudukan yang tinggi agar orang
itu menjadi semakin nyaman dan semakin senang. Adapin malikul muluk (Raja
diraja) dan sebaik-baik hakim (Allah), jika dia mencintai suatu kaum, maka dia
menguji mereka untuk mengangkat tingkatannya bila mereka bersabar. Ini adalah
perkara yang tidak diketahui oleh kaum muslimin, lalu mereka berprasangka buruk
terhadap Allah. Ketika Allah mengujinya, mereka menyangka bahwa Allah
membencinya. Mahmud bin labid AS meriwayatkan, rasulullah SAW bersabda:
إذا أحب قوما ابتلا هم , فمن صبر فله الصبر ومن جزع
فله الجزع
“Jika Allah
mencintai suatu kaum, maka dia menguji mereka barang siapa bersabar, maka ia
mendapatkan (pahala) kesabaran, dan barang siapa mengeluh maka ia mendapatkan
(dosa karena) keluhan itu”.
Dan
jika anda diuji dengan penyakit, musibah atau penghidupan yang buruk, maka
hendaklah ber-istinja dengan mengucapkan :Inna lillahi wa inna ilahiraji’un,
berhias dengan kesabaran dan banyak memuji Allah. Karena sesungguhnya itu
adalah kedudukan tinggi dan derajat mulia yang hendak diberikan Allah kepada
anda . tidak ada salahnya anda melakukan usaha-usaha yang di syaratkan untuk
mengatasi dan meminta kesembuhan dirinya , diantara orang-orang yang
mendapatkan musibah terdapat orang yang membenci musibah itu, ketika ia
membandingkan dirinya dengan orang yang sehat wal afiat lalu ia menyangka bahwa
mereka lebih baik dari padanya, namun ia tidak tahu apa yang disediakan Allah
bagi orang-orang yang mendapatkan ujian itu berupa pahala yang besar pada hari
kiamat.
Allah
Ta’ala telah menganugrahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dengan
menjadikan musibah dan penyakit yang menimpa mereka sebagai penghapus dosa-dosa
dan yang meninggikan tingkatannya bila mereka bersabar menghadapinya. Allah
menjadikan sebagian musibah itu dapat meninggikan derajat orang yang
mendapatkan musibah itu hingga kedudukan syuhada. Ini bukan berarti seorang
mukmin mengharapkan hal itu, tetapi ia senantiasa memohon afiat (keselamatan)
kepada-Nya, berbagai musibah yang disinyalirkan dalam hadist shahih bahwa itu
dapat meninggikan seseorang hingga tingkatan syuhada.[15]
Allah ta’ala berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka
yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan
ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada Allah-lah
mereka bertawakal (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang
menafkahkan sebagian dari rizki yang mereka berikan kepada mereka. Itulah
orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya mereka akan memperoleh derajat
ketinggian disisi Robbnya dan ampunan serta rizki (nikmat) yang mulia” (Qs. Al-Anfal
: 2-4).
Apabila
kita mendapatkan ujian sebaiknya kita bertawakal kepada Allah karena tawakal
kepada Allah adalah kewajiban qalbu yang menggambarkan keutuhan iman yang wajib
diberikan kepada-Nya, sebab kesempurnaan tauhid dan iman tidak akan teratur
kecuali dengan kesempurnaan tawakal kepada Allah yang maha mengetahui lagi maha
melihat, berdasarkan firman-Nya :
وَعَلَى اللهِ
فَتَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Dan hanya Allah hendaknya kamu bertawakal
jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (Qs. Al-Maidah : 23).
Orang
yang bertawakal kepada Allah tdak berharap dan tidak menuju kecuali kepada-Nya,
tidak meminta segala hajat-Nya dan tidak memohon kecuali kepada Robbnya, Ibnu
al-Qayyim mengatakan, menukil dari sebagian arifin(orang-orang bijak) orang
yang bertawakal itu seperti bayi, ia tidak mengetahui apapun yang menjadi
tujuannya kecuali payudara ibunya. Demikian pula orang yang bertawakal tidak
mempunyai tujuan kecuali Rabbnya, maka dari itu jika kita menghadapi segala
cobaan yang berat ataupun ringan berbanyaklah bertawakal kepada Allah ta’ala.[16]
C. Berjalan
ke tempat shalat
Sholat
itu lebih utama dari membaca al-qur’an, membaca al-qur’an itu lebih utama dari
pada dzikir. Dzikir itu lebih utama dari berdo’a. Jihad lebih utama dari pada
amalan-amalan pada ibadah haji. Bahkan diantara berbagai ungkapan satu jenis
ibadah juga ada yang lebih utama dibanding sesamanya meisalnya, sabda Nabi SAW
:
أفضل الصوم صوم داود كان يصوم يوما ويفطر يوما
“Sebaik-baiknya
puasa adalah puasanya nabi Daud ; ia puasa sehari dan berbuka sehari”.
Bahwasannya
seseorang yang didominasi dan dipercaya oleh penyakit berupa rasa aman dari
ancaman Allah ta’ala, maka amalan yang paling utama baginya adalah khouf (rasa
takut kepada Allah dan ancamannya). Amalan yang paling utama bagi seseorang
yang dikalahkan oleh rasa pesimis dari rahmat Allah adalah roja (rasa harap
kepada Allah) amalan yang paling utama bagi seseorang yang junub adalah mandi
besar, amalan yang paling utama bagi seseorang yang takut terjerumus ke dalam
perbuatan zina adalah nikah. Amalan yang paling utama saat kedatangan tamu
adalah melaksanakan hak-hak tamu, menyibukkan diri dengannya dari pada
mengamalkan wirid yang dianjurkan. Amalan yang paling utama saat orang yang
tengah dirundung duka membutuhkan pertolongan adalah membantu dan meringankan
bebannya serta lebih mendahulukannya dari pada ia wirid dan menyendiri (untuk
beribadah).[17]
Diantara
amalan shalat yang meninggikan pelakunya ditingkatan-tingkatan surga ialah
berjalan ke tempat shalat. Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda :
ألا أدلكم على ما يمحو ا الله به الخطايا
ويرفع به الدرجات ؟ إسباغ الوضوء على المكاره وكثرة الخطا إلى المساجد ,وانتظار
الصلاة بعد الصلاة فذلكم الرباط فذلكم الرباط فذلكم الرباط
“Maukah aku tunjukkan kepada
kalian sesuatu yang karenanya Allah menghapuskan kesalahan dan meninggikan
derajat-derajat yaitu menyempurnakan wudhu pada saat yang tidak disukai, banyak
melangkah ke masjid dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath, itulah
ribath, itulah ribath”.
Hadist
ini mengisyaratkan bahwa ditinggikannya derajat itu karena banyak melangkah ke
masjid. Adapun menyempurnakan wudhu ketika yang tidak disukai, maka pahalanya
ialah dihapuskan kesalahan-kesalahan, sedangkan menunggu shalat setelah shalat,
maka pahalanya setara dengan ribath (berjaga-jaga) dijalan Allah SWT.
Al-Munawi
mengatakan “Perhatikanlah pengetahuan Nabi SAW tentang berbagai urusan, dimana
beliau menempatkan setiap amalan didunia pada kedudukan diakhirat beliau
menentukan hukumnya dan memberikan haknya, beliau menyebutkan wudhu berjalan
(ke tempat shalat) dan menunggu (shalat, setelah shalat), serta menyebutkan
penghapus dosa, ditinggikan derajat dan ribath, tiga pahala untuk tiga amalan,
ini menunjukkan kesaksiannya dan berbagai kebijaksanaannya, dari sini dan
semisalnya beliau mengatakan tentang dirinya bahwa beliau diberi jamawi’al
kalim (kata-kata ringkas tapi padat makna).[18]
Akhlak islam selalu berkaitan dan berhubungan erat dengan segala aspek
kehidupan pada setiap waktu dan zaman. Ali bin abi thalib berkata : Ada lima
perkara yang hendaknya kalian ambil dariku (yaitu) : Jangan ada salah seorang
di antara kalian takut kecuali kepada dosanya, jangan berhadap kecuali kepada
Rabbnya, orang yang tidak berilmu jangan merasa malu untuk belajar. Orang yang
tidak berilmu jangan merasa malu untuk mengatakan Allah a’lam (Allah yang maha
mengetahui) ketika ditanya tentang suatu perkara yang tidak ia ketahui.
Sesungguhnya sabar mrupakan bagian dari iman, kedudukannya seperti kepala yang
ada dibadan. Apabila kesabaran itu hilang maka hilang pulalah badannya. Amir
bin Qais berkata, “Ada tiga hal yang menjadi pokok sikap tawadhu (rendah hati)
(yaitu) : engkau mendahului mnegucapkan salam kepada orang yang engkau jumpai, engkau
ridho dengan temapt duduk yang rendah dan tidak tinggi dan engkau tidak suka
riya, sum’ah dan pujian ketika beramal untuk Allah, Tawadhu (rendah hati)
adalah perangai islam yang mulia dan sifat yang terpuji, sang penghulu para
rasul adalah seorang yang tawadhu dan senantiasa bersikap rendah hati kepada
sesama mukmin.[19]
D. Mendirikan
Shalat
Allah
SWT berfirman :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ
وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ
إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ {2} الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ {3} أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا
لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ {4}
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka
(karena-Nya) dan hanya kepada Allahlah mereka bertawakal. (yaitu) orang orang
yang mendirikan shalat dan yang menafkan sebagian dari rizki yang kami berikan
kepada mereka, itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka
akan memperoleh beberapa derajat ketinggian disisi Rabbnya dan ampunan serta
rizki (nikamt) yang mulia”
(Qs. Al-Anfal : 2-4).
Yang
dimaksud dengan mendirikan shalat ialah menjaga shalat fardu, yaitu menjaga
waktunya yang telah ditentukan, wudhunya, rukun-rukunnya, sunah-sunahnya dan
gerakannya. Shalat ialah sebaik-baik amalan, pangkal ketaatan, tiang agama dan
pelipur hati pnutup para rasul (Rasulullah SAW) shalat adalah amalan pertama
seorang hamba yang dihisab pada hari kiamat.[20]
Tahukah anda berapa banyak shalat fardhu dan seluruh amal sholeh lainnya
meninggakan pelakunya selama sepekan atau lebih pada tingkatan-tingkatan surga
seperti janak antara langit dan bumi. Lalu bagaimana menurut anda dengan orang yang dipanjangkan umurnya oleh
Allah SWT dan mengerjakan shalat sepanjang usianya ? duhai, seberapa tinggi
tingkatannya ? adapun yang meninggalkan shalat berarti ia meninggalkan surga
secara keseluruhan. Abu Umamah al-dahili As meriwayatkan Nabi SAW bersabda :
“Siapa saja orang yang menuju tempat wudhu untuk mengerjakan shalat, lalu ia
membasuh kedua telapak tangannya bersama awal tetesan, jika ia membasuh
wajahnya maka kesalahannya jatuh dari pendengaran dan penglihatannya bersama
awal tetesan. Jika ia membasuh kedua tangannya hingga sikut-sikut dan kedua
kaki hingga mata kaki, maka ia terbebas dari semua dosa dan kesalahannya
seperti saat dilahirkan oleh ibunya, jika ia hendak mengerjakan shalat, maka
Allah meninggalkan tingkatannya jika ia duduk, maka ia duduk dalam keadaan selamat”.
Karena
itu hendaklah anda menyempurnakan shalat anda : rukuk, sujud dan khusyunya
secara berjamaah, maka engkau akan sangat beruntung hati-hatilah untuk tidak
merusak salah satu rukunnya, diantara manusia ada orang yang shalat sepanjang
usianya, namun ia akan kaget pada hari kiamat kelak bahwa tidak ada satu
raka’at pun yang diterima darinya, karena ia tidak thuma’ninah dalam shalatnya
kita melihat banyak orang tidak masuk ke rumah Allah (masjid) untuk
melaksanakan shalat fardhu melainkan yang paling akhir, jika imam telah selesai
dari shalatnya, anda melihat mereka sebagai orang-orang yang paling awal keluar
dari masjid, seakan-akan mereka duduk diatas bara api. Mereka tidak mengenal
pelaksanaan shalat sunnah qabliyah maupun sunnah ba’diyah, mereka tidak tahu
bahwa setiap sujud yang mereka lakukan karena Allah maka mereka mendapatkan
satu tingkatan karenanya, mereka tidak tahu bahwa shalat-shalat sunnah,
sedangkan shalat-shalat fardhunya kurang. Maka ia di adzab di mereka. Siapa
saja yang ingin menemani Nabi SAW maka hendaklah ia memperbanyak shalat sunnah,
diriwayatkan oleh Abu Faras Rabi’ah bin Ka’ab al-aslami AS pelayan nabi dan
salah satu seorang ahlus shuffah ia mengatakan :
كنت أبيت مع رسول الله فأتيته بوضوئه وحاجته ,
فقالى : سلنى , فقلت أسألك مرا فقك فى
الجنة , قال : أو غير ذلك ؟ قلت هو ذاك , قال : فأعنى على نفسك بكثرة السجود
“Aku
bermalam bersama Nabi SAW , lalu membawakan air wudhu dan keperluannya, maka
beliau mengatakan, “Mintalah padaku, aku katakan, aku meminta agar bisa
menemanimu disurga, beliau bertanya ataukah selain itu ? ‘aku katakan itu saja
: beliau mengatakan, ‘bantulah aku untuk memenuhi keinginanmu dengan banyak
bersujud”.
Menemani
nabi adalah salah satu kedudukan yang dekat dengan al-musthafa disurga, tapi
tidak mencapai tingkatan wasilah yang di khususkan bagi Nabi SAW, Ibnu Allan
ash shidiqi As mengatakan, menukil dari Ibnu Hajar dalam syaikh al-musykah
karena banyak sujudnya, ia mendapatkan derajat tinggi itu yang tiada jalan untuk
mendapainya kecuali dengan menambah kedekatan di sisi Allah SWT di dunia dengan
memperbanyak sujud seperti diriwayatkan lewat firman-Nya :
وَاسْجُدْ
وَاقْتَرِب
“Dan
sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Allah)”. (Qs. Al-Alaq : 19).
Setiap
sujud berisi kedekatan khusus karena sujud menaikan pada salah satu derajat
kedekatan. Demikian seterusnya hingga pada derajat murafaqah (menyertai)
kekasihnya (Nabi SAW).[21]
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari paper yang berjudul “BERLOBA MENUJU SURGA HAKIKI”, maka
penulis dapat menyimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : bahwa berlomba
menuju surga hakiki ialah berlomba dengan sifat-sifat surga secar
berkesinambungan agar kita merindukannya dan berusaha mencarinya dengan
amal-amal shalih dan bersujud terhadap kenikmatan dunia yang bakal lenyap,
serta agar dapat menjauhkan kita dari perkara-perkara yang diharamkan, setiap
kali orang muslim ingin bermaksiat, ia teringat bahwa sekiranya ia
meninggalkannya maka ia bakal diberi ganti dengan lebih baik darinya di akhirat
kelak. Siapa saja yang inging melakukan perbuatan nista (zina) maka teringat
bidadari jelita yang menantikannya, siapa saja yang ingin minum khamer, maka ia
teringat khamer akhirat yang disediakan untuknya dan demikian seterusnya ketika
hati manusia terpaut dengan surga, maka mereka senantiasa berada dalam kebaikan
sementara saat hati kita terpaut dengan dunia dan meletakkan akhirat di tempat
terakhir dari fikiran kita, maka mengalami jungkir balik dan tidak suka
berjumpa dengan Allah SWT.
B. Saran-saran
Kita
sudah mengetahui akan pengertian lomba dengan segala definisi dan lain-lainnya
maka dengan ini penulis menyarankan untuk menjalankan tugas-tugas agama sabar
dalam menghadapi ujian dan segala cobaan yang kita hadapi dengan berendah diri,
supaya kita mendapatkan tingkatan surga yang tinggi dan dengan berlomba-;omba
dengan hati yang selalu mendekatkan diri kepada Allah oleh karena itu marilah
kita untuk membiasakan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Syadi Kholid, Ayo
melesat ke surga, Darul Basyir, Solo, 2008
Ibrahim
an-nu’aim bin muhammad, Jalan menuju surga, Pustaka At-Tazkia, Jakarta,
2009
Muhammad
al-qosim bin Abdul malik, Tiket meraih surga, Maktabah Al-Hanif, Yogyakarta,
2008
Al-Qarni
Aidh, Mencari Kebahagiaan yang hilang, Pustaka Darul Ilmi, Bandung,
2005
Al-Madany
Abul Miqdad, Rindu yang berujung surga, Mirqat Media Grafika, Jakarta,
2008
[1] Dr.
Aidh Al-Qarni, Mecari Kebahagian yang hilang, (Bandung : Pustaka Darul
Ilmi, 2008), hal. 126
[2]
Dr. Kholid Abu Syadi, Ayo Melesat Ke Surga, (Solo : Darul Basyir,
2008), hal. 11-12
[3]
Ibid, hal. 16-17
[4]
Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Nuraim, Jalan Menuju Surga, (Jakarta
: Pustaka at-tazkia, 2009) hal. 97-98
[5]
Syaikh Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim, Tiket Meraih Surga,
(Yogyakarta : Martabah Al Hanif, 2008), hal. 139
[6]
Dr. Kholid Abu Syadi, Ayo Melesat Ke Surga, (Solo : Darul Basyir,
2008), hal. 16-17
[7]
Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Naim, Jalan Menuju Surga, (Jakart :
Pustaka at-tazkia, 2009), hal. 6
[8]
Dr. Kholid Abu Syadi, Op.Cit, hal. 49
[9]
Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Naim, Op.Cit, hal. 22-23
[10]
Ibid, hal. 8
[11]
Dr. Kholid Abu Syadi, Ayo Melesat Ke Surga, (Solo : Darul Basyir,
2008), hal. 121-122
[12]
Dr. Muhammad bin Ibrahim an-nu’aim, Op.Cit, hal.57-58
[13]
Dr. Kholid Abu Syadi, Op.Cit, hal. 122
[14] Abdul Malik bin Muhammad
al-Qasim, Tiket Meraih Surga, (Yogyakarta : Martabah al-Hanif, 2008),
hal. 31
[15]
Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Nu’aim, Jalan Menuju Surga, (Jakarta
: at-tazkia,2009), hal. 62-63
[16]
Ibid, hal. 54-55
[17]
Dr. Kholid Abu Syadi, Ayo Melesat Ke Surga, (Solo : Darul Basyir,
2008), hal. 248
[18]
Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Nu’aim, Op.Cit, hal. 69
[19]
Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim, Tiket Meraih Surga,
(Yogyakarta : Maktabah at-Hanif, 2008), hal. 67
[20]
Dr. Muhammad bin Ibrahim an-Nu’aim, Op.Cit, hal. 75-76
[21]
Ibid, hal. 80-81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar